Alphonse Areola, Anak Imigran Filipina yang Meraih Gelar Piala Dunia 2018
Alphonse Areola, Anak Imigran Filipina yang Meraih Gelar Piala Dunia 2018 - Melambuk tanah leluhur bisa menjadikan Alphonse Areola kiper dengan status tak tergantikan. Kesehariannya akan penuh dengan senyuman dan pujian. Akan tetapi, Areola tak tergoda dan tetap memandang tim nasional Prancis sebagai tujuan.
Perjalanan Alphonse Areola menjadi pemenang bermula ketika keluarganya memutuskan hengkang dari Filipina ke Prancis untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Tanpa disadari, pilihan tersebut akan mengubah jalan hidup Areola.
Berbeda dari anak Filipina yang lebih sering terpapar olahraga bola basket, Areola justru sudah mendaftar di sekolah sepak bola Entente Sportive des Petits Anges. Ketika itu, usianya belum genap tujuh tahun.
Seperti cerita orang sukses yang penuh kerikil pada awal kariernya, Areola juga mengalami hal serupa. Saat itu, orang tua Areola tidak memiliki banyak uang hingga mampu membiayai anaknya di sekolah sepak bola. Keadaan kian sulit karena orang tua Areola hanya berprofesi sebagai asisten rumah tangga.
Namun, selama berusaha, di situ akan ada jalan. Pada akhirnya, Areola dapat mengenyam ilmu sepak bola setelah dibiayai majikan tempat orang tuanya bekerja.
Areola menempa ilmu sepak bola di Entente Sportive des Petits Anges selama tujuh tahun. Terus menunjukkan performa gemilang, Areola mendapatkan tawaran menggiurkan berupa kontrak dari Paris Saint-Germain. Kesempatan tersebut langsung disambar sang pemain dengan anggukan kepala.
PSG sadar Areola adalah pemain dengan bakat brilian. Namun, layaknya permasalahan pemain muda lainnya, Areola juga membutuhkan jam terbang yang cukup untuk terus mengasah kemampuannya.
Kemudian, Les Parisiens mengambil langkah dengan menyekolahkan Areola ke INF Clairefontaine. Clairefontaine bukanlah klub sembarangan, itu merupakan satu di antara 12 akademi elite yang berlokasi di sekitar Prancis dengan pengawasan langsung dari Federasi Sepak Bola Prancis (FFF).
INF Clairefontaine juga punya rekam jejak apik untuk urusan mencetak pemain bintang. Selari legenda Les Bleus seperti Thierry Henry, William Gallas, dan Nicolas Anelka pernah menimba ilmu di Clairefontaine.
Setelah satu musim berlalu, Areola kembali ke Paris Saint-Germain. Ia datang dengan predikat kiper terbaik pada turnamen Val de Marne dan Piala Aegean.
PSG yang tak ingin kehilangan wonderkid-nya menyodorkan kontrak profesional pada Areola, Juli 2009. Setelah sepakat dengan kontrak berdursai tiga tahun, Areola mendapatkan label sebagai pemain termuda dengan kontrak profesional dalam sejarah sepak bola Prancis.
Langkah Areola untuk menembus skuat utama Les Parisiens juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Saat itu, Areola yang masih berusia 18 tahun menjadi kiper ketiga di belakang Gregory Coupet.
Areola dikenal dengan kemampuannya menepis setiap peluang yang datang .Selain itu ,sang kiper juga kuat dalam duel udara.
Sarung tangan Areola akhirnya merasakan sentuhan bola pada 18 Mei 2013. Areola mencatatkan debut di tim senior PSG dengan menggantikan Salvatore Sirigu pada menit ke- 48 saat bersua Brest. Situasi ketika itu PSG sudah menggenggam gelar juara sebelum pertandingan dan sang lawan telah dipastikan terdegradasi.
Satu pekan berselang, Areola dipercaya menjaga gawang PSG sejak menit awal ketika menghadapai Lorient. Pada pertandingan yang berakhir dengan kemenangan PSG 3-1 tersebut, Areola bermain 61 menit sebelum digantikan kiper pilihan keempat, Ronan Le Crom.
PSG kembali meminjamkan pemain 26 tahun tersebut pada bursa transfer musim panas 2015. Areola menuju Villarreal guna mendapatkan lebih banyak pengalaman.
Usai tampil menjanjikan di Spanyol, Areola pulang ke PSG pada musim 2016-2017. Pria yang memiliki saudara bernama Gratia Claire Areola tersebut menggantikan peran Kevin Trapp. Areola mendapatkan kesempatan unjuk gigi saat PSG bermain 1-1 melawan Arsenal di Liga Champions.
Setelah pertandingan kontra The Gunners, Areola membuktikan kemampuannya dengan menorehkan empat clean sheet dari delapan penampilan. Namun, penampilan Areola merosot tajam pada Desember di mana ia kebobolan 10 gol dalam 11 tembakan yang dihadapi. Pada akhirnya, Trapp kembali menjadi portiere utama.
Meski begitu, Areola tak pantang menyerah. Ia tetap berusaha dan mengambil kembali posisinya terutama pada laga Ligue 1 dan Liga Champions. Sedangkan, Trapp lebih condong dimainkan ketika berpupuh di Piala Liga.
Jalan terjal juga dijumpai Areola untuk menembus skuat utama tim nasional Prancis. Apalagi, ia memiliki pilihan membela negara nenek moyangnya, Filipina.
Areola sudah langganan masuk tim nasional pada usia Junior. Areola menjadi bagian Les Bleus pada usia 16 tahun. Bahkan, ia menjadi pahlawan timnas Prancis pada Piala Dunia U-20 2013.
Saat itu, pemain berpostur 198 sentimeter tersebut menjadi pahlawan ketika Prancis menghadapai Uruguay pada babak tos-tosan. Aksi Areola di bawah mistar gawang mengantarkan Prancis keluar sebagai kampiun.
Meski demikian, Areola sempat mencurahkan hasratnya membela tim nasional Filipina. Meskipun, pada akhirnya hal tersebut hanyalan isapan jempol. Areola mengambil jalan lain dengan mendirikan klub di Filipina.
"Saya dulu memberi tahu ibu bahwa impian saya memiliki tim sepak bola untuk Filipina, dan sekarang hal itu terjadi," ujar Areola.
Dengan begitu, Areola mengikuti pilihan pemain lain seperti David Alaba, Jonathan de Guzman dan Julian de Guzman yang tidak membela Azkals pada perjalanan kariernya.
Alaba yang lahir dari seorang ibu asal Filipina dan ayah berkewaraganegaraan Nigeria memutuskan bermain untuk timnas Austria. Sementara itu, Julian memilih membela timnas Kanada dan sang adik, Jonathan, menjadi bagian timnas Belanda.
Meski begitu, suami Marrion Areola tersebut tidak gigit jari dengan keputusannya tersebut. Bukan tanpa sebab, ia meraih titel yang diimpikan pesepak bola seantero dunia yakni gelar Piala Dunia.
Ketika itu, pelatih Prancis, Didier Deschamps, memanggil Areola bersama dua kiper lainnya yakni Hugo Lloris dan Steve Mandanda. Meski tidak bermain hingga turnamen rampung, nama Areola tetap terukir dalam sejarah sepak bola dunia.
Kini, Areola masih menjadi bagian tim nasional Prancis. Sedangkan, di Paris Saint-Germain, ia mendapatkan saingan sekaligus mentor kelas wahid, Gianluigi Buffon.
Kisah Alphonse Areola tentu bukanlah hal yang acap terjadi di sepak bola. Ia memilih melalui jalan terjal menembus skuat timnas Prancis ketimbang kembali ke pelukan Filipina. Padahal, di timnas Filipina ia lebih memiliki peluang besar bermain sebagai starter.
Masyarakat Filipina boleh saja memandang Alphonse Areola jauh dari kata patriotik. Namun, pada kenyataanya, sang kiper berada di sisi tim terbaik.
Perjalanan Alphonse Areola menjadi pemenang bermula ketika keluarganya memutuskan hengkang dari Filipina ke Prancis untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Tanpa disadari, pilihan tersebut akan mengubah jalan hidup Areola.
Berbeda dari anak Filipina yang lebih sering terpapar olahraga bola basket, Areola justru sudah mendaftar di sekolah sepak bola Entente Sportive des Petits Anges. Ketika itu, usianya belum genap tujuh tahun.
Seperti cerita orang sukses yang penuh kerikil pada awal kariernya, Areola juga mengalami hal serupa. Saat itu, orang tua Areola tidak memiliki banyak uang hingga mampu membiayai anaknya di sekolah sepak bola. Keadaan kian sulit karena orang tua Areola hanya berprofesi sebagai asisten rumah tangga.
Namun, selama berusaha, di situ akan ada jalan. Pada akhirnya, Areola dapat mengenyam ilmu sepak bola setelah dibiayai majikan tempat orang tuanya bekerja.
Areola menempa ilmu sepak bola di Entente Sportive des Petits Anges selama tujuh tahun. Terus menunjukkan performa gemilang, Areola mendapatkan tawaran menggiurkan berupa kontrak dari Paris Saint-Germain. Kesempatan tersebut langsung disambar sang pemain dengan anggukan kepala.
PSG sadar Areola adalah pemain dengan bakat brilian. Namun, layaknya permasalahan pemain muda lainnya, Areola juga membutuhkan jam terbang yang cukup untuk terus mengasah kemampuannya.
Kemudian, Les Parisiens mengambil langkah dengan menyekolahkan Areola ke INF Clairefontaine. Clairefontaine bukanlah klub sembarangan, itu merupakan satu di antara 12 akademi elite yang berlokasi di sekitar Prancis dengan pengawasan langsung dari Federasi Sepak Bola Prancis (FFF).
INF Clairefontaine juga punya rekam jejak apik untuk urusan mencetak pemain bintang. Selari legenda Les Bleus seperti Thierry Henry, William Gallas, dan Nicolas Anelka pernah menimba ilmu di Clairefontaine.
Setelah satu musim berlalu, Areola kembali ke Paris Saint-Germain. Ia datang dengan predikat kiper terbaik pada turnamen Val de Marne dan Piala Aegean.
PSG yang tak ingin kehilangan wonderkid-nya menyodorkan kontrak profesional pada Areola, Juli 2009. Setelah sepakat dengan kontrak berdursai tiga tahun, Areola mendapatkan label sebagai pemain termuda dengan kontrak profesional dalam sejarah sepak bola Prancis.
Langkah Areola untuk menembus skuat utama Les Parisiens juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Saat itu, Areola yang masih berusia 18 tahun menjadi kiper ketiga di belakang Gregory Coupet.
Areola dikenal dengan kemampuannya menepis setiap peluang yang datang .Selain itu ,sang kiper juga kuat dalam duel udara.
Sarung tangan Areola akhirnya merasakan sentuhan bola pada 18 Mei 2013. Areola mencatatkan debut di tim senior PSG dengan menggantikan Salvatore Sirigu pada menit ke- 48 saat bersua Brest. Situasi ketika itu PSG sudah menggenggam gelar juara sebelum pertandingan dan sang lawan telah dipastikan terdegradasi.
Satu pekan berselang, Areola dipercaya menjaga gawang PSG sejak menit awal ketika menghadapai Lorient. Pada pertandingan yang berakhir dengan kemenangan PSG 3-1 tersebut, Areola bermain 61 menit sebelum digantikan kiper pilihan keempat, Ronan Le Crom.
PSG kembali meminjamkan pemain 26 tahun tersebut pada bursa transfer musim panas 2015. Areola menuju Villarreal guna mendapatkan lebih banyak pengalaman.
Usai tampil menjanjikan di Spanyol, Areola pulang ke PSG pada musim 2016-2017. Pria yang memiliki saudara bernama Gratia Claire Areola tersebut menggantikan peran Kevin Trapp. Areola mendapatkan kesempatan unjuk gigi saat PSG bermain 1-1 melawan Arsenal di Liga Champions.
Setelah pertandingan kontra The Gunners, Areola membuktikan kemampuannya dengan menorehkan empat clean sheet dari delapan penampilan. Namun, penampilan Areola merosot tajam pada Desember di mana ia kebobolan 10 gol dalam 11 tembakan yang dihadapi. Pada akhirnya, Trapp kembali menjadi portiere utama.
Meski begitu, Areola tak pantang menyerah. Ia tetap berusaha dan mengambil kembali posisinya terutama pada laga Ligue 1 dan Liga Champions. Sedangkan, Trapp lebih condong dimainkan ketika berpupuh di Piala Liga.
Jalan terjal juga dijumpai Areola untuk menembus skuat utama tim nasional Prancis. Apalagi, ia memiliki pilihan membela negara nenek moyangnya, Filipina.
Areola sudah langganan masuk tim nasional pada usia Junior. Areola menjadi bagian Les Bleus pada usia 16 tahun. Bahkan, ia menjadi pahlawan timnas Prancis pada Piala Dunia U-20 2013.
Saat itu, pemain berpostur 198 sentimeter tersebut menjadi pahlawan ketika Prancis menghadapai Uruguay pada babak tos-tosan. Aksi Areola di bawah mistar gawang mengantarkan Prancis keluar sebagai kampiun.
Meski demikian, Areola sempat mencurahkan hasratnya membela tim nasional Filipina. Meskipun, pada akhirnya hal tersebut hanyalan isapan jempol. Areola mengambil jalan lain dengan mendirikan klub di Filipina.
"Saya dulu memberi tahu ibu bahwa impian saya memiliki tim sepak bola untuk Filipina, dan sekarang hal itu terjadi," ujar Areola.
Dengan begitu, Areola mengikuti pilihan pemain lain seperti David Alaba, Jonathan de Guzman dan Julian de Guzman yang tidak membela Azkals pada perjalanan kariernya.
Alaba yang lahir dari seorang ibu asal Filipina dan ayah berkewaraganegaraan Nigeria memutuskan bermain untuk timnas Austria. Sementara itu, Julian memilih membela timnas Kanada dan sang adik, Jonathan, menjadi bagian timnas Belanda.
Meski begitu, suami Marrion Areola tersebut tidak gigit jari dengan keputusannya tersebut. Bukan tanpa sebab, ia meraih titel yang diimpikan pesepak bola seantero dunia yakni gelar Piala Dunia.
Ketika itu, pelatih Prancis, Didier Deschamps, memanggil Areola bersama dua kiper lainnya yakni Hugo Lloris dan Steve Mandanda. Meski tidak bermain hingga turnamen rampung, nama Areola tetap terukir dalam sejarah sepak bola dunia.
Kini, Areola masih menjadi bagian tim nasional Prancis. Sedangkan, di Paris Saint-Germain, ia mendapatkan saingan sekaligus mentor kelas wahid, Gianluigi Buffon.
Kisah Alphonse Areola tentu bukanlah hal yang acap terjadi di sepak bola. Ia memilih melalui jalan terjal menembus skuat timnas Prancis ketimbang kembali ke pelukan Filipina. Padahal, di timnas Filipina ia lebih memiliki peluang besar bermain sebagai starter.
Masyarakat Filipina boleh saja memandang Alphonse Areola jauh dari kata patriotik. Namun, pada kenyataanya, sang kiper berada di sisi tim terbaik.
Post a Comment